By lingga
dewi
1. Definisi
Menurut FKUI (2000), fraktur
adalah rusaknya dan terputusnya kontinuitas tulang, sedangkan menurut Boenges,
ME., Moorhouse, MF dan Geissler, AC (2000) fraktur adalah pemisahan atau
patahnya tulang.
2. Klasifikasi
Tingkat cedera
didefinisikan oleh ASIA menurut Penurunan
Skala (dimodifikasi dari klasifikasi Frankel), dengan menggunakan kategori
berikut:
- A - Lengkap: Tidak ada fungsi motorik dan sensorik yang dipertahankan dalam segmen sacral S4-S5.
- B - lengkap: Fungsi sensori dipertahankan di bawah tingkat neurologis dan meluas melalui segmen sakral S4-S5.
- C - lengkap: Fungsi motorik dipertahankan di bawah tingkat neurologis, dan sebagian besar otot kunci di bawah tingkat otot neurologis memiliki nilai kurang dari 3.
- D - lengkap: fungsi motorik dipertahankan di bawah tingkat neurologis, dan sebagian besar otot kunci di bawah level neurologis telah kelas otot lebih besar dari atau sama dengan 3.
- E - Normal: Fungsi sensorik dan motorik yang normal.
Cedera
servikal dapat digolongkan menjadi :
- Cedera fleksi
- Cedera Fleksi-rotasi
- Cedera ekstensi
- Cedera compresi axial
3. Etiologi
Penyebab
trauma tulang belakang adalah kecelakaan lalu lintas (44%), kecelakaan olah
raga(22%),terjatuh dari ketinggian(24%), kecelakaan kerja. Lewis (2000) berpendapat bahwa
tulang bersifat relatif rapuh namun mempunyai cukup kekuatan dan gaya pegas
untuk menahan tekanan.
Fraktur dapat
diakibatkan oleh beberapa hal yaitu:
a. Fraktur
akibat peristiwa trauma
Sebagian fraktur disebabkan oleh kekuatan yang tiba-tiba berlebihan yang
dapat berupa pemukulan, penghancuran,
perubahan pemuntiran ataupenarikan.
b. Fraktur
akibat kelelahan atau tekanan
Retak dapat terjadi pada tulang seperti halnya pada logam dan benda lain
akibat tekanan berulang-ulang. Keadaan ini paling sering dikemukakan pada
tibia, fibula atau matatarsal terutama pada atlet, penari atau calon tentara
yang berjalan baris-berbaris dalam jarak jauh.
c. Fraktur patologik karena kelemahan pada
tulang
Fraktur dapat terjadi oleh tekanan yang normal kalau tulang tersebut
lunak (misalnya oleh tumor) atau tulang-tulang tersebut sangat rapuh.
4. Manifestasi klinis
Lewis (2006) menyampaikan manifestasi klinik adalah sebagai berikut:
a. Nyeri
Nyeri dirasakan langsung setelah terjadi trauma. Hal
ini dikarenakan adanya spasme otot, tekanan dari patahan tulang atau kerusakan
jaringan sekitarnya.
b. Bengkak/edama
Edema muncul lebih cepat dikarenakan cairan serosa
yang terlokalisir pada daerah fraktur dan extravasi daerah di jaringan
sekitarnya.
c. Memar/ekimosis
Merupakan perubahan warna kulit sebagai akibat dari
extravasi daerah di jaringan sekitarnya.
d. Spasme otot
Merupakan kontraksi otot involunter yang terjadi
disekitar fraktur.
e. Penurunan sensasi
Terjadi karena
kerusakan syaraf, terkenanya syaraf karena edema.
f. Gangguan fungsi
Terjadi karena ketidakstabilan tulang yang fraktur,
nyeri atau spasme otot. paralysis dapat terjadi karena kerusakan syaraf.
g. Mobilitas abnormal
Adalah pergerakan yang terjadi pada bagian-bagian
yang pada kondisi normalnya tidak terjadi pergerakan. Ini terjadi pada fraktur
tulang panjang.
h. Krepitasi
Merupakan rasa
gemeretak yang terjadi jika bagian-bagaian tulang digerakkan.
i. Deformitas
Abnormalnya
posisi dari tulang sebagai hasil dari kecelakaan atau trauma dan pergerakan
otot yang mendorong fragmen tulang ke posisi abnormal, akan menyebabkan tulang
kehilangan bentuk normalnya.
j. Shock
hipovolemik
Shock terjadi
sebagai kompensasi jika terjadi perdarahan hebat.
5. Pemeriksaan Penunjang
CT SCAN : Pemeriksaan ini dapat memberikan
visualisasi yang baik komponen tulang servikal dan sangat membantu bila ada
fraktur akut.
MRI : Pemeriksaan ini sudah menjadi metode
imaging pilihan untuk daerah servikal . MRI dapat mendeteksi kelainan ligamen
maupun diskus. Seluruh daerah medula spinalis , radiks saraf dan tulang
vertebra dapat divisualisasikan.
Elektromiografi
( EMG) : Pemeriksaan EMG membantu mengetahui apakah suatu gangguan bersifat
neurogenik atau tidak, karena pasien dengan spasme otot, artritis juga
mempunyai gejala yang sama. Selain itu juga untuk menentukan level dari
iritasi/kompresi radiks , membedakan lesi radiks dan lesi saraf perifer,
membedakan adanya iritasi atau kompresi
6. Komplikasi
1.
Syok neurogenik
Syok
neurogenik merupakan hasil dari kerusakan jalur simpatik yang desending pada
medulla spinalis. Kondisi ini mengakibatkan kehilangan tonus vasomotor dan
kehilangan persarafan simpatis pada jantung sehingga menyebabkan vasodilatasi
pembuluh darah visceral serta ekstremitas bawah maka terjadi penumpukan darah
dan konsekuensinya terjadi hipotensi.
2.
Syok spinal
Syok spinal
adalah keadaan flasid dan hilangnya refleks, terlihat setelah terjadinya cedera
medulla spinalis. Pada syok spinal mungkin akan tampak seperti lesi komplit
walaupun tidak seluruh bagian rusak.
3.
Hipoventilasi
Hal ini
disebabkan karena paralisis otot interkostal yang merupakan hasil dari cedera
yang mengenai medulla spinalis bagian di daerah servikal bawah atau torakal
atas.
4.
Hiperfleksia autonomic
Dikarakteristikkan
oleh sakit kepala berdenyut , keringat banyak, kongesti nasal, bradikardi dan
hipertensi.
7. Diagnosa
Keperawatan
1.
Pola napas tidak efektif b.d kelumpuhan otot pernapasan
(diafragma), kompresi medulla spinalis.
2.
Gangguan rasa nyaman : Nyeri b.d adanya cedera pada
cervikalis
3.
Gangguan pola eliminasi uri : inkontinensia uri b.d
kerusakan saraf perkemihan
4.
Gangguan eliminasi alvi : Konstipasi b.d penurunan
peristaltik usus akibat kerusakan persarafan usus & rectum.
5.
Kerusakan mobiltas fisik b.d kelumpuhan pada anggota
gerak
8.
Rencana Intervensi
1.
Pola napas tidak efektif berhubungan dengan kelumpuhan
otot diafragma
Tujuan perawatan
: pola nafas efektif setelah diberikan oksigen
Kriteria hasil :
a)
ventilasi adekuat
b)
PaCo2<45
c)
PaO2>80
d)
RR 16-20x/ menit
e)
Tanda-tanda sianosis(-) : CRT 2 detik
Intervensi
keperawatan :
- Pertahankan jalan nafas; posisi kepala tanpa gerak.
Rasional : pasien dengan cedera cervicalis
akan membutuhkan bantuan untuk mencegah aspirasi/ mempertahankan jalan nafas.
- Lakukan penghisapan lendir bila perlu, catat jumlah, jenis dan karakteristik sekret.
Rasional : jika batuk tidak efektif,
penghisapan dibutuhkan untuk mengeluarkan sekret, dan mengurangi resiko infeksi
pernapasan.
- Kaji fungsi pernapasan.
Rasional : trauma pada C5-6 menyebabkan
hilangnya fungsi pernapasan secara partial, karena otot pernapasan mengalami
kelumpuhan.
- Auskultasi suara napas.
Rasional : hipoventilasi biasanya terjadi
atau menyebabkan akumulasi sekret yang berakibat pnemonia.
- Observasi warna kulit.
Rasional : menggambarkan adanya kegagalan
pernapasan yang memerlukan tindakan segera
- Kaji distensi perut dan spasme otot.
Rasional : kelainan penuh pada perut
disebabkan karena kelumpuhan diafragma
- Anjurkan pasien untuk minum minimal 2000 cc/hari.
Rasional : membantu mengencerkan sekret,
meningkatkan mobilisasi sekret sebagai ekspektoran.
- Lakukan pengukuran kapasitas vital, volume tidal dan kekuatan pernapasan. Rasional : menentukan fungsi otot-otot pernapasan. Pengkajian terus menerus untuk mendeteksi adanya kegagalan pernapasan.
- Pantau analisa gas darah.
Rasional : untuk mengetahui adanya kelainan
fungsi pertukaran gas sebagai contoh : hiperventilasi PaO2 rendah dan PaCO2
meningkat.
- Berikan oksigen dengan cara yang tepat.
Rasional : metode dipilih sesuai dengan
keadaan isufisiensi pernapasan.
- Lakukan fisioterapi nafas.
Rasional : mencegah sekret tertahan
2.
Gangguan rasa nyaman nyeri berhubungan dengan adanya
cedera
Tujuan
keperawatan : rasa nyaman terpenuhi setelah diberikan perawatan dan pengobatan
Kriteria hasil :
melaporkan rasa nyerinya berkurang
dengan skala nyeri 6 dalam waktu 2 X 24 jam
Intervensi
keperawatan :
- Kaji terhadap nyeri dengan skala 0-5.
Rasional : pasien melaporkan nyeri biasanya
diatas tingkat cedera.
- Bantu pasien dalam identifikasi faktor pencetus.
Rasional : nyeri dipengaruhi oleh; kecemasan,
ketegangan, suhu, distensi kandung kemih dan berbaring lama.
- Berikan tindakan kenyamanan.
Rasional : memberikan rasa nayaman dengan
cara membantu mengontrol nyeri.
- Dorong pasien menggunakan tehnik relaksasi.
Rasional : memfokuskan kembali perhatian,
meningkatkan rasa kontrol.
- Berikan obat antinyeri sesuai pesanan.
Rasional : untuk
menghilangkan nyeri otot atau untuk menghilangkan kecemasan dan meningkatkan
istirahat
3. Perubahan
pola eliminasi urine berhubungan dengan kelumpuhan syarat perkemihan.
Tujuan perawatan
: pola eliminasi kembali normal selama perawatan
Kriteria hasil :
a)
Produksi urine 50cc/jam
b)
Keluhan eliminasi urin tidak ada
Intervensi
keperawatan:
1.
Kaji pola berkemih, dan catat produksi urine tiap jam.
Rasional : mengetahui fungsi ginjal
2.
Palpasi kemungkinan adanya distensi kandung kemih.
3.
Anjurkan pasien untuk minum 2000 cc/hari.
Rasional : membantu mempertahankan fungsi
ginjal.
4.
Pasang dower kateter.
Rasional membantu proses pengeluaran urine
4. Gangguan
eliminasi alvi /konstipasi berhubungan dengan gangguan persarafan pada usus dan
rektum.
Tujuan perawatan
: pasien tidak menunjukkan adanya gangguan eliminasi alvi/konstipasi
Kriteria hasil : pasien bisa b.a.b secara teratur sehari 1 kali
Intervensi keperawatan :
1.
Auskultasi bising usus, catat lokasi dan
karakteristiknya.
Rasional : bising usus mungkin tidak ada
selama syok spinal.
2.
Observasi adanya distensi perut.
3.
Catat adanya keluhan mual dan ingin muntah, pasang NGT.
4.
Rasional : pendarahan gantrointentinal dan lambung
mungkin terjadi akibat trauma dan stress.
5.
Berikan diet seimbang TKTP cair
Rasional : meningkatkan konsistensi feces
6.
Berikan obat pencahar sesuai pesanan.
Rasional: merangsang kerja usus
5.
Kerusakan mobilitas fisik berhubungan dengan kelumpuhan
Tujuan perawatan
: selama perawatan gangguan mobilisasi bisa diminimalisasi sampai cedera
diatasi dengan pembedahan.
Kriteria hasil :
a)
Tidak ada konstraktur
b)
Kekuatan otot meningkat
c)
Klien mampu beraktifitas kembali secara bertahap
Intervensi keperawatan :
1.
Kaji secara teratur fungsi motorik.
Rasional : mengevaluasi keadaan secara umum
2.
Instruksikan pasien untuk memanggil bila minta
pertolongan.
Rasional memberikan rasa aman
3.
Lakukan log rolling.
Rasional : membantu ROM secara pasif
4.
Pertahankan sendi 90 derajad terhadap papan kaki.
Rasional mencegah footdrop
5.
Ukur tekanan darah sebelum dan sesudah log rolling.
Rasional : mengetahui adanya hipotensi
ortostatik
6.
Inspeksi kulit setiap hari.
Rasional : gangguan sirkulasi dan hilangnya
sensai resiko tinggi kerusakan integritas kulit.
7.
Berikan relaksan otot sesuai pesanan seperti diazepam.
Rasional : berguna untuk membatasi dan
mengurangi nyeri yang berhubungan dengan spastisitas.
6. Gangguan integritas kulit berhubungan dengan tirah baring lama
Tujuan keperawatan : tidak
terjadi gangguan integritas kulit selama perawatan
Kriteria hasil : tidak ada
dekibitus, kulit kering
Intervensi keperawatan :
1. Inspeksi
seluruh lapisan kulit.
Rasional : kulit cenderung rusak karena
perubahan sirkulasi perifer.
2. Lakukan
perubahan posisi sesuai pesanan.
Rasional : untuk mengurangi penekanan kulit
3. Bersihkan
dan keringkan kulit.
Rasional: meningkatkan integritas kulit
4. Jagalah
tenun tetap kering.
Rasional: mengurangi resiko kelembaban kulit
5. Berikan
terapi kinetik sesuai kebutuhan.
Rasional : meningkatkan sirkulasi sistemik
dan perifer dan menurunkan tekanan pada kulit serta mengurangi kerusakan kulit.
0 komentar:
Posting Komentar